JatiNews, JAMBI – Jembatan Tembesi di Kabupaten Batanghari kembali menjadi sorotan setelah insiden kapal tongkang menabrak salah satu tiangnya. Kejadian ini menambah daftar panjang insiden serupa yang mengancam keberlanjutan infrastruktur vital tersebut. Sebagai salah satu penghubung utama di Provinsi Jambi, jembatan ini memiliki peran penting dalam roda perekonomian, terutama dalam mendukung aktivitas transportasi dan distribusi barang. Namun, lemahnya pengawasan serta belum adanya regulasi yang ketat terhadap arus kapal yang melintasi sungai semakin memperbesar risiko terhadap jembatan ini.
Insiden yang Berulang dan Ancaman Infrastruktur
Peristiwa terbaru ini menjadi pengingat bahwa tanpa langkah konkret dari pemerintah dan pemangku kepentingan, insiden serupa bisa terus terulang. Wakil Ketua DPRD Jambi, Ivan Wirata, menegaskan pentingnya regulasi transportasi sungai yang lebih jelas untuk mencegah kejadian serupa terjadi di masa mendatang.
“Jika tidak ada kepastian mengenai jalur sungai, maka pemerintah harus segera menyetop operasional kapal yang berisiko menabrak jembatan,” ujar Ivan Wirata.
Jembatan Tembesi bukan hanya sekadar akses penghubung, tetapi juga menjadi tulang punggung transportasi di Jambi. Jika terjadi kerusakan serius, dampaknya akan sangat luas, mulai dari terganggunya aktivitas masyarakat, keterlambatan distribusi barang kebutuhan pokok, hingga lumpuhnya sektor industri seperti pertambangan dan perkebunan yang sangat bergantung pada jalur ini.
Lalu lintas di Jembatan Batanghari 1, yang merupakan akses utama lainnya, telah mencapai hampir 80% kapasitas. Jika Jembatan Tembesi mengalami kerusakan, maka tekanan terhadap jalur lain akan semakin besar. Hal ini berpotensi menyebabkan kemacetan parah dan meningkatnya biaya logistik yang berdampak langsung pada harga barang di pasaran.
Selain itu, biaya perbaikan jembatan akibat tabrakan kapal tongkang juga menjadi beban bagi pemerintah. Hingga saat ini, rencana pembangunan jembatan duplikasi melalui anggaran APBN masih belum terealisasi. Satu-satunya jembatan yang tersedia menjadi semakin rentan terhadap gangguan dan potensi kerusakan.
Urgensi Regulasi Transportasi Sungai
Ivan Wirata menekankan bahwa pemerintah daerah harus segera mengambil langkah konkret guna memastikan keamanan infrastruktur transportasi. Salah satu solusi yang diusulkan adalah penerapan regulasi yang lebih ketat bagi kapal yang melintas di bawah jembatan, termasuk jalur khusus serta pos-pos pengawasan.
“Jika hanya memperbaiki tanpa regulasi yang jelas, kejadian seperti ini akan terus terulang. Kita harus memastikan ada aturan ketat yang mengatur transportasi sungai, termasuk pendampingan dan pengawalan kapal yang melintas,” ujar Ivan Wirata, Kamis (30/01/2024).
Beberapa langkah yang dapat diterapkan untuk mencegah kejadian serupa antara lain:
- Penyusunan regulasi transportasi sungai yang menetapkan batasan ukuran kapal dan beban angkut maksimal.
- Pembentukan pos-pos penjagaan dengan jarak aman minimal 500 meter hingga 1 kilometer sebelum kapal mendekati jembatan.
- Penerapan sistem pendampingan atau pengawalan kapal agar tetap berada dalam jalur aman.
- Regulasi mengenai lisensi khusus bagi nakhoda dan navigator kapal guna memastikan kompetensi mereka dalam mengoperasikan kapal di jalur sungai yang padat.
- Evaluasi desain jembatan agar lebih adaptif terhadap kondisi arus transportasi sungai yang terus berkembang.
Desain Jembatan yang Lebih Solutif
Selain regulasi yang lebih ketat, desain jembatan yang lebih adaptif terhadap kondisi sungai juga menjadi solusi jangka panjang yang patut dipertimbangkan. Salah satu alternatifnya adalah desain jembatan lengkung dengan bentang yang lebih luas agar kapal tongkang dapat melintas tanpa resiko menabrak tiang jembatan.
Namun, penerapan desain ini tentu membutuhkan biaya yang besar. Oleh karena itu, perlu ada kerja sama antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, serta Kementerian PUPR untuk memastikan revisi desain ini dapat masuk dalam proyek infrastruktur strategis mendatang.
Menurut Ivan Wirata, pihaknya akan terus mendorong pemerintah untuk mengevaluasi desain jembatan yang sudah ada. “Kita harus memikirkan solusi jangka panjang, salah satunya dengan mempertimbangkan perubahan desain jembatan agar lebih aman bagi transportasi sungai,” tambahnya.
Urgensi Regulasi dan Peran Pemerintah
Hingga saat ini, belum ada kepastian mengenai pembangunan Jembatan Batanghari 3, yang sangat dinanti sebagai solusi untuk mengurangi beban lalu lintas di jalur utama Jambi. Sementara itu, keberadaan Jembatan Batanghari 1 yang sudah mengalami over kapasitas semakin memperparah situasi transportasi di wilayah ini.
Pemerintah daerah diharapkan segera merumuskan regulasi transportasi sungai yang lebih ketat. Regulasi ini dapat dituangkan dalam bentuk peraturan daerah yang mencakup sanksi bagi pelanggar, potensi retribusi untuk meningkatkan pendapatan daerah, serta sistem pengawasan yang lebih efektif.
Dampak terhadap Perekonomian Regional
Transportasi yang tidak teratur akan berdampak besar terhadap perekonomian regional. Dalam konteks Jambi, sektor pertambangan, khususnya batubara, sangat bergantung pada akses transportasi yang lancar. Jika infrastruktur jalan dan sungai tidak terkelola dengan baik, maka pendapatan daerah dari sektor ini akan menurun drastis.
Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Jambi sempat meningkat pesat akibat tingginya produksi batu bara. Namun, jika akses transportasi terganggu akibat buruknya tata kelola infrastruktur, maka pertumbuhan ekonomi dapat melambat. Bahkan, daya beli masyarakat bisa menurun akibat perlambatan ekonomi di sektor-sektor yang berkaitan.
Mengingat pentingnya transportasi bagi roda perekonomian, maka langkah konkret dalam pengelolaan transportasi sungai tidak bisa ditunda lagi. Pemerintah dan pemangku kepentingan harus segera mengambil tindakan untuk memastikan keamanan jembatan dan kelancaran transportasi sungai guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kepala BPJN Jambi, Ibnu Kurniawan, menyampaikan bahwa tabrakan pada Jembatan Muara Tembesi ini sudah beberapa kali terjadi pada tiang fender jembatan.
Menurutnya, akibat tabrakan itu, pilar jembatan Muara Tembesi ini sudah tidak ada perlindungannya.
“Kali ini, kerusakan fendernya cukup berat, sehingga pilar jembatan sudah tidak ada pelindungnya,” ujarnya.
Dirinya menyampaikan bahwa saat ini secara bertahap telah disiapkan aturan-aturannya oleh Pemerintah Daerah Jambi, namun masih perlu pembenahan agar semua berjalan aman.
Namun, mengenai jembatan Muara Tembesi sendiri, dikatakannya masih bisa dilewati.
“Masih bisa melayani lalu lintas di atasnya dan aman untuk dilalui oleh pengguna jalan,” ungkapnya.
Diketahui, kejadian kapal tongkang pengangkut batu bara menabrak tiang fender ini sudah tiga kali terjadi yakni pada 26 Maret 2024, 5 Mei 2024, dan terakhir pada 22 Januari 2025. (Wjs)