JatiNews, Jambi – Pejuang lingkungan hingga masyarakat adat mendapatkan penghargaan AJI Jambi Awards yang diserahkan pada malam puncak Kenduri HUT ke-13 AJI Jambi di Taman Budaya Jambi, Kamis (21/11/2024) malam. Penghargaan ini turut menjadi dukungan kepada individu dari akar rumput yang berjuang untuk komunitasnya.
“Dengan penghargaan ini, kami memberikan dukungan kepada pejuang lingkungan, perempuan, dan masyarakat adat yang benar-benar dari akar rumput dan berjuang untuk komunitasnya. Ancaman, intimidasi, telah mereka dapatkan, tetapi tidak menghentikan perjuangan mereka,” ujar Ketua AJI Jambi, Suwandi alis Wendy, Kamis malam.
Ia menyampaikan bahwa AJI adalah organisasi jurnalis yang senantiasa memberikan ruang bagi kaum minoritas dan marjinal untuk berbicara.
“Melalui penghargaan ini, kami menunjukkan bahwa mereka tidak sendirian,” kata Wendy.
Sejumlah individu yang mendapatkan AJI Jambi Awards ialah Juliana dengan kategori Perempuan, Yunani dengan kategori Masyarakat Adat, dan Antoni dengan kategori Pegiat/aktivis Lingkungan.
Memperjuangkan Hak Masyarakat Adat dan Melawan Pembalak
Yunani, salah satu peraih penghargaan AJI Jambi Awards, memiliki rekam jejak dalam memperjuangkan hak-hak ulayat. Ia konsisten dalam membela hak atas tanah dan wilayah adat yang sering terancam eksploitasi di Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi.
Perempuan adat ini menghadapi tantangan berhadapan langsung dengan pembalak liar, namun ia dan kelompoknya mampu menertibkannya dan memukul mundur para pembalak liar tersebut.
Ia turut serta merestorasi kawasan hutan dengan melakukan reboisasi dan turut melindungi satwa liar yang ada di kawasan tersebut.
Dengan pendekatan diplomatis dan berbasis adat, Yunani juga memimpin Kelompok Tani Hutan Maju Besamo di Simpang Macan Luar.
Kelompok tersebut, mampu berdikari secara ekonomi tanpa harus merusak hutan. Kini kelompok tersebut lebih dikenal oleh banyak pihak, pemerintah juga telah memberikan perhatian. Ini adalah tercapainya inklusivitas.
Yunani terus memperjuangkan keadilan bagi masyarakat adatnya. Bagi para juri, keberhasilannya tidak hanya menjaga eksistensi adat, tetapi juga memberikan contoh nyata penting dalam melestarikan warisan budaya sebagai bagian integral dari identitas bangsa.
Yunani, dalam acara puncak Kenduri HUT ke-13 AJI Jambi, menyampaikan bahwa masyarakat adat Batin Sembilan, berterima kasih kepada berbagai pihak karena sudah mendukung mereka.
“Yang kami harapkan ke depannya pemerintah memperhatikan kami sebagai masyarakat adat terpencil. Kami membutuhkan bantuan untuk menjaga hutan kami agar tetap lestari dan bisa untuk anak cucu kami,” kata Yunani.
Juliana Melawan Diskriminasi Demi Pendidikan
Sedangkan Juliana, sebagai figur yang aktif di akar rumput, menginspirasi masyarakat di sekitarnya untuk menempuh pendidikan. Walau bagi lingkungannya pendidikan hanya perlu untuk laki-laki, bahkan tidak sama sekali, Juliana mampu berjuang hingga mendapatkan gelar sarjana.
Hal itu membuat anak-anak di sekelilingnya untuk terus sekolah. Sebagian orang tua juga lebih terbuka pemikirannya.
Juliana juga menolak perjodohan atau pernikahan dini. Karena baginya pendidikan adalah modal utama dalam membangun komunitas Suku Anak Dalam, Jambi. Sehingga ia mendobrak pola pemikiran konservatif, patriarki, dan diskriminasi yang memaksa perempuan harus segera menikah tanpa menempuh pendidikan.
Walau mendapatkan hinaan dan cemoohan dari orang di sekitarnya dan sempat dipaksa berhenti sekolah, ia terus bertekad menempuh pendidikan tinggi. Juliana menghadapi tantangan adat istiadat di lingkungannya.
Kini, ia turut mencerdaskan masyarakat di sekitarnya. Ia juga mengelola UMKM ikan asap.
Melawan PETI dan Kelola Perekonomian yang Ramah Lingkungan
Terakhir, Antoni sangat vital dalam perjuangan melawan penambangan emas tanpa izin (PETI) yang merusak lingkungan secara masif. Ia tidak hanya berani mengadvokasi penghentian aktivitas PETI, tetapi juga berhasil mengedukasi masyarakat tentang dampak buruknya terhadap lingkungan dan kesehatan. Upayanya telah mendorong aksi nyata di tingkat lokal untuk melindungi hutan dan aliran sungai.
Banyak tantangan yang dihadapi oleh Antoni, termasuk teror dan ancaman. Namun, itu tidak menyurutkan perjuangannya demi lingkungan yang lebih baik. Antoni tidak sendirian, karena masih ada beberapa kawannya yang konsisten melawan PETI.
Tidak hanya melawan PETI, ia juga mengelola usaha sebagai Ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Lembaga Pengelola Hutan Desa Gunung Puhong di Dusun Sungai Telang. Ia mengajak masyarakat untuk mengelola perekonomian yang ramah lingkungan.
Antoni mengatakan Dusun Sungai Telang juga memiliki potensi ekowisata. “Di desa kami itu banyak potensi wisata, Gunung Puhong dan 17 Desa Sungai Tealng. Kami ingin mengembangkan potensi yang ada, tetapi gagal karena PETI itu,” katanya.
Ia mengatakan aktivitas PETI semakin marak terjadi. Sekarang sudah lebih dari 60 alat ekskavator yang mengeruk sungai untuk butiran dan merusak lingkungan.
“Sudah banyak dampak, baik yang terjadi di lingkungannya, manusia dan alamnya. Kami berjuang sekeras-kerasnya untuk memberantas aktivitas emas tanpa izin,” kata Antoni.
Ia berharap dukungan dari berbagai pihak untuk mengusir pelaku PETI secara permanen.
Melalui Penjurian yang Ketat
Pemberian penghargaan ini melalui proses penjurian yang ketat. Bukan tanpa perdebatan karena banyak kandidat yang berpotensi mendapatkan penghargaan dengan ketiga kategori itu.
“Namun, juri harus menetapkan pemenang yang lebih unggul di antara yang unggul. Ini keputusan yang sulit,” kata Zulfa Amira, salah satu juri.
Selain Zulfa, dua juri AJI Jambi Awards lainnya ialah Ramon EPU dan Rudi Syaf.
Pemberian AJI Jambi Awards menjadi yang pertama dilakukan para pengurus AJI Jambi. Ini menjadi rangkaian Kenduri HUT ke-13 AJI Jambi dengan mengusung tema “Etika AI untuk Keadilan Iklim”.
Dua Jurnalis Dapat AJIB Jambi Awards
Dua jurnalis juga mendapatkan AJI Jambi Awards ialah Jon Afrizal dengan kategori Lifetime Achievement Journalist, dan Syaiful Bukhori dengan kategori Khusus dari sejarah AJI Jambi.
Jon Afrizal alias Joe, ialah seorang jurnalis yang mendedikasikan sepenuh hidupnya di jurnalisme. Ia telah menulis untuk The Jakarta Post selama lebih dari 20 tahun, kemudian dilanjutkan di Deutsche Welle Indonesia dan AFP, sebuah agensi berita di Perancis.
Joe sudah menghadapi tantangan berhadapan langsung dengan pelaku illegal logging, ilegal mining, dan illegal drilling. Ia bahkan pernah dikejar aparat saat meliput Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Pria ini pernah mendapatkan penghargaan SOPA Award untuk tingkat Asia Pasifik pada tahun 2020, dengan karya #namabaikkampus. Itu merupakan lipuitan kolaborasi antara The Jakarta Post, Vice, dan BBC yang mengupas tentang pelecehan seksual yang terjadi di kampus di Indonesia.
Karya tersebut juga mendapat penghargaan Tasif Award dari AJI Indonesia di tahun yang sama. Ia telah menulis sembilan buku tentang jurnalisme dan lingkungan.
Sedangkan Syaiful, ia adalah salah satu pendiri AJI Jambi. Kontribusinya sangat besar sehingga AJI Jambi berdiri secara resmi.
Pada tahun 2012, berlangsung deklarasi AJI Jambi. Syaiful menjadi Ketua AJI Jambi yang pertama.
Tidak hanya memberikan penghargaan, AJI Jambi juga mengadakan nobar dan diskusi film dokumenter, pertunjukkan seni musik dan musikalisasi puisi, dan nobar ucapan HUT AJI Jambi. Berbagai kegiatan ini dihadiri para jurnalis, aktivitas atau pegiat lingkungan, komunitas disabilitas, komunitas literasi, mahasiswa, serikat tani, BMKG Jambi, dan sebagainya. (wjs/rls)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.